Olehkarena itu โ€œnaskahโ€ harus dipersiapkan dengan baik supaya bisa dipahami, dihayati dan dijalankan dengan baik. Naskah yang baik tidak harus ditulis semua hal, yang penting adalah bisa dipahami oleh masing-masing pelaku sehingga ibadah bisa berjalan dengan baik. Naskah kita adalah Tata Ibadah yang kita lakukan, yang terdiri dari lagu dan Bydutadakwah Posted on October 28, 2021. Khutbah Tentang Ibadah Qurban Dan Hari Raya Idul Adha โ€“ Pada kesempatan kali ini Dutadakwah akan menjelaskan tentang Hari Raya Idul Adha. Yang mana dalam pembahasan kali ini seputar hari raya idul adha dan ibadah berqurban yang dikemas menjadi teks khutbah dengan secara singkat dan jelas. Kitabisa beribadah dengan cara sujud, duduk, berdiri, dan sikap hati yang hancur/remuk di hadapan Tuhan. Hanya ibadah dengan hati yang tulus ikhlas Allah berkenan dijumpai (1 Taw 28 : 9). Ibadah dengan jiwa yang hancur, dengan hati yang patah dan remuk tidak akan dipandang hina (Mzm 51 : 19). Bogor(SI Online) โ€“ Semua makhluk yang diciptakan sejatinya diberikan amanah untuk taat kepada Allah SWT. Demikian dikatakan Ustaz Ali Shodiqin Lc dalam kajian inspirasi rumah cahaya Kuttab Al Fatih Bogor di Masjid Ijtihad Walidain Bogor, Sabtu (21/7/2018). โ€œMakhluk seperti malaikat itu senantiasa taat kepada Allah dan tidak bermaksiat. Isi Firman Allah Pedoman Kita. Ada suatu puasa yang ditetapkan oleh Allah. Puasa semacam itu telah dilakukan oleh umat Allah di sepanjang sejarah. Pada abad mula-mula kekristenan, puasa tersebut masih murni. Belakangan, praktiknya merosot; makna dan esensinya diselewengkan hingga sekarang ini puasa tidak lebih dari suatu ritual takhayul. tRKYmcE. 9 FOLLOW untuk mengikuti artikel-artikel mencerahkan Follow Us Mengapa dalam nalar-keimanan kita terpatri pemahaman bahwa praktik-praktik ibadah dilakukan karena perintah Allah dan dimaksudkan untuk menyembah-Nya? Itu terjadi, karena mispersepsi terhadap firman-firman Allah yang secara literal kurang lebih mengungkapkan demikian. Sehingga, problematika itu menjadi bagian integral dari terbentuknya nalar-keimanan yang rancu. Praktik-praktik peribadatan yang selama ini kita lakukan, seperti puasa, salat, zakat, haji, masih terkonstruksi dalam pengertian bahwa itu semua dilakukan karena perintah Allah dan untuk menyembah-Nya. Tak sedikitpun terbersit dalam nalar-keimanan kita bahwa, Allah sebagai Zat Mahakuasa tidak membutuhkan ibadah dan sesembahan apapun. Bagaimana mungkin Zat Yangmahakuasa meminta sesuatu dari ciptaan-Nya? Berkebalikan dari itu, justru banyak sinyalemen yang memberi pertanda bahwa semua ibadah dalam doktrin Islam berdimensi kemanusiaan antroposentrisme, bukan berdimensi ketuhanan/teosentrisme Arkoun, 1993. LIKE untuk mengikuti artikel-artikel mencerahkan Sebab itu, peribadatan dalam Islam tidak ditujukan untuk menciptakan muslim yang saleh secara ritual dan saleh terhadap Allah an sich. Peribadatan seharusnya dilakukan seorang untuk menghasilkan kesalehan privat dan sosial, karena demikian itulah substansi peribadatan yang dimaksudkan dan diperintahkan Allah. Peribadatan yang berdimensi antroposentris memiliki arti bahwa semua peribadatan tidak satupun dimaksudkan untuk menyembah Allah, apalagi dengan pemahaman bahwa Allah mempunyai kepentingan terhadap ibadah tersebut. Dimensi antroposentrisme ibadah, hanya dimaksudkan untuk kepentingan umat manusia semata, supaya mereka mendapat ketenangan setelah keruhnya kehidupan dunia. Sebaik-baiknya implementasi ibadah juga harus tertransformasi kepada dimensi sosial yang lain. Jadi, ibadah tidak hanya untuk kepentingan privat-antroposentris, melainkan juga untuk kepentingan sosial-antroposentris. Problematika Teks Mengapa dalam nalar-keimanan kita terpatri pemahaman bahwa praktik-praktik ibadah dilakukan karena perintah Allah dan dimaksudkan untuk menyembah-Nya? Itu terjadi, karena mispersepsi terhadap firman-firman Allah yang secara literal kurang lebih mengungkapkan demikian. Sehingga, problematika itu menjadi bagian integral dari terbentuknya nalar-keimanan yang rancu. Banyak sekali firman-firman Allah yang dimispersepsi sehingga dampaknya tidak dirasakan secara substansial dalam dimensi antroposentris. Misalnya firman-firman Allah seperti โ€œtidak Ku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk menyembah-Ku 5156, atau โ€œmanusia harus menyembah Allah yang telah menciptakannya dan manusia-manusia sebelumnya supaya ia bertakwa 221, atau โ€œsembahlah Allah, sekali-kali tak ada tuhan selain-Nya 759. Hadis Qudsi yang mengungkapkan tujuan diciptakan manusia adalah untuk mengonfirmasi eksistensi Allah, juga turut mengesankan seakan-akan Allah memang ingin disembah. Ibrahim Madkour, dalam catatan Boisard pernah mengutip hadis qudsi itu โ€œAku ini dulunya sebagai suatu harta simpanan yang tak diketahui, kemudian Aku ingin agar dikenal.โ€ Untuk maksud itu, Allah menciptakan manusia, maka manusia mengetahui-Nya Boisard, 1980 Sesungguhnya teks-teks itu tidak problematis. Problematika terjadi akibat mispersepsi terhadap teks-teks itu. Apa dampak mispersepsi dari teks-teks itu? Salah satu hal fundamental yang dampaknya dirasakan secara langsung dalam kehidupan kita adalah anggapan bahwa ibadah dilakukan karena perintah Allah dan untuk menyembah-Nya. Dalam dataran itulah, ibadah hanya berdimensi teosentrisme. Padahal, tujuan fundamental ibadah supaya manusia mendapat ketentraman bagi dirinya privat-antroposentris dan bagi orang lain di sekelilingnya sosial-antroposentris. Konfirmasi Teks Di balik perintah Allah agar menusia beribadah untuk menyembah-Nya, sesungguhnya tersirat penekanan bahwa ibadah sesungguhnya untuk umat manusia itu sendiri. Firman-firman Allah yang memerintahkan supaya kaum muslim beribadah, adalah firman yang berfungsi sebagai konfirmasi bahwa kaum muslim sesungguhnya membutuhkan dimensi spiritualitas dan religiositas dalam kehidupan. Semua itu hanya akan ditemukan dengan cara menyembah Allah sebagai harapan kehidupan yang lebih baik di dunia maupun setelah dunia. Jadi, kata perintah amar yang menyatakan Allah meminta kaum muslim menyembah-Nya, tidak berarti Allah memerintah Ia disembah, melainkan mengonfirmasi bahwa kesadaran untuk menyembah Allah akan menguntungkan. Dari pemahaman itu, sesungguhnya sangat merugilah mereka yang tidak menyembah Allah. Menyembah Allah, tidak berarti sesembahan itu untuk Allah, melainkan demi kepentingan kaum umat manusia itu sendiri Wahid, 1997. Ini senada dengan tujuan fundamental ibadah dalam doktrin Islam. Keadilan Allah, justru terletak pada saat Ia tidak membutuhkan ibadah dari ciptaan-Nya. Cukuplah setiap perintah ibadah untuk kepentingan umat itu sendiri. Dengan demikian, kesadaran untuk beribadah bukan lagi karena โ€œpaksaanโ€ perintah Allah tapi datang dari dorongan internal kita. Pemahaman bahwa ibadah untuk umat manusia itu sendiri, akan menimbulkan spirit dan rangsangan untuk lebih banyak lagi beribadah. Dengan demikian, kita diharapkan akan menemukan kedamaian privat dan memiliki etos transformasi sosial. Di situ juga tersirat pesan bahwa kita tidak bisa hanya berharap dari kerja-keras dan penalaran kita saja agar hidup ini lebih tentram. Dengan adanya kesadaran beribadah seperti itu, sesungguhnya terletak pengandaian bahwa setiap manusia membutuhkan harapan-harapan dan kedamaian dengan menyembah Allah. Jadi, Allah tidak butuh disembah, melainkan kita sendiri yang sesungguhnya butuh menyembah-Nya. Ketahuilah, Allah Taโ€™ala tidak membutuhkan amal ibadah kita. Allah Taโ€™ala memerintahkan kita untuk menyembah-Nya, namun bukan karena Ia butuh untuk disembah. Allah berfirman ูˆูŽู…ูŽุง ุฎูŽู„ูŽู‚ู’ุชู ุงู„ู’ุฌูู†ู‘ูŽ ูˆูŽุงู„ู’ุฅูู†ู’ุณูŽ ุฅูู„ู‘ูŽุง ู„ููŠูŽุนู’ุจูุฏููˆู†ู ู…ูŽุง ุฃูุฑููŠุฏู ู…ูู†ู’ู‡ูู…ู’ ู…ูู†ู’ ุฑูุฒู’ู‚ู ูˆูŽู…ูŽุง ุฃูุฑููŠุฏู ุฃูŽู†ู’ ูŠูุทู’ุนูู…ููˆู†ู ุฅูู†ู‘ูŽ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ูŽ ู‡ููˆูŽ ุงู„ุฑู‘ูŽุฒู‘ูŽุงู‚ู ุฐููˆ ุงู„ู’ู‚ููˆู‘ูŽุฉู ุงู„ู’ู…ูŽุชููŠู†ู โ€œAku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku saja. Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokohโ€ QS. Adz Dzariat 56-58 Kita beribadah atau tidak, kita melakukan amal kebaikan atau tidak, kita taat atau ingkar, kita maksiat atau tidak, sama sekali tidak berpengaruh pada keagungan Allah Taโ€™ala. Andai seluruh manusia beriman dan bertaqwa, keagungan Allah tetap pada kesempurnaan-Nya. Andai semua manusia kafir dan ingkar kepada Allah, sama sekali tidak mengurangi kekuasaan-Nya. Dalam sebuah hadits qudsi Allah berfirman ูŠุง ุนุจุงุฏูŠ ! ู„ูˆ ุฃู† ุฃูˆู„ูƒู… ูˆุขุฎุฑูƒู… ูˆุฅู†ุณูƒู… ูˆุฌู†ูƒู… . ูƒุงู†ูˆุง ุนู„ู‰ ุฃุชู‚ู‰ ู‚ู„ุจ ุฑุฌู„ ูˆุงุญุฏ ู…ู†ูƒู… . ู…ุง ุฒุงุฏ ุฐู„ูƒ ููŠ ู…ู„ูƒูŠ ุดูŠุฆุง . ูŠุง ุนุจุงุฏูŠ ! ู„ูˆ ุฃู† ุฃูˆู„ูƒู… ูˆุขุฎุฑูƒู… . ูˆุฅู†ุณูƒู… ูˆุฌู†ูƒู… . ูƒุงู†ูˆุง ุนู„ู‰ ุฃูุฌุฑ ู‚ู„ุจ ุฑุฌู„ ูˆุงุญุฏ . ู…ุง ู†ู‚ุต ุฐู„ูƒ ู…ู† ู…ู„ูƒูŠ ุดูŠุฆุง โ€œWahai hamba-Ku, andai seluruh manusia dan jin dari yang paling awal samapi yang paling akhir, seluruhnya menjadi orang yang paling bertaqwa, hal itu sedikitpun tidak menambah kekuasaan-Ku. Wahai hamba-Ku, andai seluruh manusia dan jin dari yang paling awal sampai yang paling akhir, seluruhnya menjadi orang yang paling bermaksiat, hal itu sedikitpun tidak mengurangi kekuasaan-Kuโ€ HR. Muslim, Demikianlah, Allah Taโ€™ala tidak butuh terhadap ibadah kita. Lalu untuk apa kita berlelah-lelah, menghabiskan banyak waktu untuk beramal dan beribadah? Karena kita yang butuh untuk itu. Allah Taโ€™ala berfirman ุฅูู†ู’ ุฃูŽุญู’ุณูŽู†ู’ุชูู…ู’ ุฃูŽุญู’ุณูŽู†ู’ุชูู…ู’ ู„ูุฃูŽู†ู’ููุณููƒูู…ู’ ูˆูŽุฅูู†ู’ ุฃูŽุณูŽุฃู’ุชูู…ู’ ููŽู„ูŽู‡ูŽุง โ€œJika kamu berbuat baik, kebaikan itu bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka kejahatan itu bagi dirimu sendiriโ€ QS. Al Isra 7 ูˆูŽู…ูŽู†ู’ ูŠูŽุดู’ูƒูุฑู’ ููŽุฅูู†ู‘ูŽู…ูŽุง ูŠูŽุดู’ูƒูุฑู ู„ูู†ูŽูู’ุณูู‡ู โ€œDan barangsiapa yang bersyukur kepada Allah, maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiriโ€ QS. Luqman 12. Maka apa lagi alasan untuk enggan dan malas beribadah dan beramal? Bukankah itu untuk kita sendiri?

allah tidak butuh ibadah kita